Karena di dalamnya sudah ada sayur dan bumbu, kupat jembut ini sudah terasa lezat meski tak ditambahkan opor ayam atau sayur bersantan lainnya.

Murdijati menambahkan, bahwa tradisi ketupat jembut ini sudah ada sejak tahun 1950-an. Awalnya pencetusnya adalah Nyai Sutimah dan Kiai Samin yang merupakan warga asli Demak. Mereka adalah satu dari lima keluarga pertama yang menduduki kampung Jaten Cilik. Mereka datang ke wilayah tersebut untuk mengungsi karena serangan sekutu. Untuk menghadirkan perayaan yang sederhana, mereka pun membuat ketupat yang sedikit berbeda dengan bahan yang ada. Supaya warga tertarik, Haji Samin berulang kali memukul wajan saat azan Subuh.

BACA JUGA :  7 Manfaat Bawang Merah untuk Kesehatan, Wajib Tahu!

Namun ada juga versi lain yang mengungkapkan bahwa di Kendal, kupat jembut hanya dibuat pada saat Hari Raya Idul Fitri oleh keluarga yang salah satu anggota keluarganya sudah meninggal dunia, baik orangtua atau anaknya.

Usai azan subuh berkumandang, petasan mulai dinyalakan. Anak-anak kampung Jaten Cilik pun mulai keluar rumah untuk berebut kupat jembut ini.

Dalam perkembangannya, untuk THR anak-anak, beberapa orang juga kerap menyelipkan uang ke dalam ketupat jembut ini. Ketupat ini pun dibagikan ke anak-anak dan mereka akan berebut untuk mendapatkannya.

BACA JUGA :  Kebakaran Hanguskan Mobil Warga Karangasem, 4 Armada Dikerahkan

Tradisi menyisipkan uang dalam kupat jembut ini dimulai sejak tahun 2000. Bukan cuma untuk memeriahkan perayaan, tapi pemberian uang ini juga dimaknai sebagai sedekah dan ungkapan syukur atas rahmat Tuhan sekaligus untuk pelengkap ibadah puasa.

“Tradisi ini merupakan simbol kesederhanaan karena dilakukan saat warga usai perang ingin memperingati Lebaran dengan bahan makanan sederhana ketupat diisi tauge sebagai bentuk keprihatinan,” katanya. (*)

Halaman:
« 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================