Untitled-9Sejak populernya media sosial, kita seolah tak lagi sungkan membagi kehidupan pribadi ke publik. Rasanya seluruh dunia harus tahu apa yang kita lakukan dan juga kita miliki itu keren. Sebagian orang menyebut kebiasaan senang posting kehidupan pribadi, termasuk barang-barang yang kita punyai, sebagai perilaku pamer dan narsistik.

Oleh : Latifa Fitria
[email protected]

Di lain pihak, banyak juga orang yang menganggap sah-sah saja kita mengekspos kehidupan prib­adinya di akun miliknya.

Menurut pengamatan psiko­log Vierra Adella, M.Psi, saat ini nilai-nilai yang dianut mayoritas orang memang kete­naran. Media sosial memberi ruang bagi kita untuk menunjukkan diri dan juga ada “pe­nontonnya”. “Yang sehat itu kalau kita punya kompetensi tertentu untuk dibanggakan. Ka­lau skill-nya biasa-biasa saja maka dia butuh atribut, yaitu barang-barang duniawi,” kata psikolog yang biasa disapa Adella itu.

BACA JUGA :  8 Penyebab Susah Turunkan Berat Badan, Simak Ini

Barang-barang bagus, lokasi liburan, hing­ga makanan di restoran yang kerap dipamer­kan seseorang di media sosial, menurut Adella dianggap sebagai pelengkap kepribadian.

Ketika seseorang mampu membeli barang-barang mahal, ia berharap gengsinya akan naik di lingkungannya. Apalagi kalau banyak teman-teman di media sosial yang merasa kagum dan iri.

“Kalau gadget-nya enggak baru lalu ia merasa lemah, merasa bukan siapa-siapa. Gadget identik dengan kepribadian karena tak bisa kalau enggak ada,” ujar pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Atma Jaya Ja­karta ini.

Fenomena tersebut kemudian ditangkap oleh dunia bisnis sehingga lahirlah konsum­erisme. Setiap produk yang baru ditawarkan sebagai gaya hidup modern dan langsung di­tangkap oleh konsumen tanpa berpikir pan­jang.

BACA JUGA :  Konsumsi Ini Sebelum Tidur, 3 Minuman Penghancur Lemak Perut

Adella juga mengatakan, ketenaran me­mang bukan sesuatu yang salah. Setiap orang ingin diakui dan hal itu bisa memberi kepua­san psikologi.

Kecenderungan untuk tampil ini ternyata dimiliki oleh semua usia. Tak terkecuali anak-anak generasi milenial. Mereka juga tak luput dari kegemaran senang eksis di media sosial. “Kalau enggak terkenal, enggak didengar te­man,” katanya.

Sebagai orangtua kita bisa mengajarkan pada anak bahwa kepopuleran seseorang se­harusnya didapat karena prestasinya. “Bimb­ing anak mendapatkan role model yang bisa mencapai ketenaran dengan skill-nya, bukan atribut benda-benda,” kata Adella.

Jika anak senang dengan baju-baju bagus, kita bisa mendorongnya lebih produktif den­gan menumbuhkan jiwa wirausahanya. “Gali minat wirausaha anak, misalnya membuat produk sendiri dengan nama dia,” katanya.

============================================================
============================================================
============================================================