Oleh: SRI EFRIYANTI HARAHAP, S.TP
Mahasiswa pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Program Studi Teknologi Pascapanen Fakultas Teknologi Pertanian
Di Indonesia sendiri, prospek salak cukup baik dan banyak diÂminati. Buah salak biasanya dikonsumsi langsung dalam bentuk segar setelah pengupasan kulit yang bersisik dan tajam.
Hal itu tentu membutuhkan waktu untuk mengkonsumsinya dan tidak disukai oleh sebagian orang karena kulit dari salak yang tajam cukup mengganggu.
Hal ini menyebabkan pengolaÂhan salak dengan olah minimal sepÂerti pengupasan kulit menjadi salah satu yang menarik dan praktis.
Namun perlu diketahui bahwa salak yang telah mengalami olah minimal lebih cepat rusak dibandÂing buah utuh tanpa pengupasan pada suhu penyimpanan yang sama.
Sementara itu, konsumen meÂnilai kualitas produk salak terseÂbut berdasarkan penampakan dari luar dan kesegaran buah.
Kerusakan yang sering terjadi pada salak adalah pencoklatan, lunak, berair, adanya aroma meÂnyengat dan sebagainya. Hal terseÂbut dapat mengurangi minat konÂsumen untuk mengkonsumsinya.
Pengemasan salak dengan pelapisan film edibel adalah salah satu cara yang dapat memperpanÂjang masa simpan buah yang teroÂlah minimal, karena pelapis ediÂbel dapat melindungi buah salak dari pencoklatan, menurunkan laju perubahan fisiologis setelah panen sehingga buah salak tetap segar.
Di sisi lain, pelapis edibel bersifat alami dan tidak menimÂbulkan keracunan serta dapat dimakan bersama buah salaknya dengan aman. Pelapis edibel yang digunakan biasanya adalah kitoÂsan.
Buah terolah minimal yang diÂlapisi film edibel akan mengalami kerusakan setelah melewati masa simpan tertentu sehingga diperluÂkan penanganan lain untuk memÂpertahankan kesegaran produk untuk jangka waktu yang lebih lama.
Kitosan merupakan salah satu pelapis alami yang sekaligus berÂfungsi sebagai antimikroba. SebÂagai antimikroba, kitosan mampu menghambat pertumbuhan mikÂroorganisme seperti bakteri dan jamur.
Kitosan telah banyak digunakÂan sebagai bahan pengawet panÂgan yang tahan terhadap mikroba. Sifat antibakteri kitosan berasal dari struktur polimer yang memÂpunyai gugus amin bermuatan positif.
Upaya peningkatan film edibel terus dilakukan oleh para peneliti di bidang pangan dan teknologi pascapanen untuk mengatasi kenÂdala-kendala dalam meningkatkan umur simpan salak yang terolah minimal.
Penelitian film edibel di InÂdonesia sudah cukup banyak, naÂmun masih perlu dikembangkan untuk mendapatkan formula yang sesuai untuk buah yang berbeda selain salak.
Saat ini yang berkembang di pasaran adalah buah yang teroÂlah minimal yang langsung dapat dimakan oleh konsumen dengan pelapis edibel yang menyatu denÂgan bahan pangan, dapat dimakan dan dapat diuraikan oleh mikroorÂganisme. (*)