BOGOR TODAY- Dinas PerÂindustrian dan Perdagangan (Disperindag) bersama Dinas Kesehatan (Dinkes) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Kota Bogor melakukan pengujian makanan jajanan buka puasa (takjil) di Jalan BangÂbarung, Kelurahan Tegal Gundil, Kecamatan Bogor Utara.
Sejumlah takjil yang dicurigai mengandung bahan berbahaya, diambil dan diuji untuk memasÂtikan terbebas dari bahan kimia. Takjil tersebut, yakni Tahu BaÂcem milik Nurhayati, Mie Glosor milik Lela, Kwetiaw milik AhÂmad, Kerupuk milik Desi, otak-otak milik Maman, buras milik Ifa dan Es Cincau milik Dadang. Adapun komoditi makanan yang turut diuji, yakni cumi basah dan ikan basah.
Takjil tersebut kemudian diuÂji di Laboratorium dadakan di halaman Masjid At-Tawun. Hasil sementara cukup mencengangÂkan, dari 7 sampel takjil yang diuji, sebanyak 2 takjil tidak memenuhi syarat (TMS). Kedua takjil yang tidak layak uji itu, yakni otak-otak dan buras berisi wortel yang mengandung pijar borak.
Kedua komoditi takjil yang positif berbahaya dikonsumsi manusia itu, kemudian disita petugas Disperindag Kota Bogor untuk dimusnahkan. Tercatat, terdapat 200 otak-otak siap konÂsumsi dan 24 buras isi wortel dan kentang.
Sementara tiga takjil yang memenuhi syarat (MS) untuk dikonsumsi, yakni mie glosor, kerupuk, dan tahu bacem yang sempat diduga mengandung formalin, borak dan metonil, ternyata hasilnya negatif.
Sementara untuk es cincau, kwetiaw, cumi basah, dan ikan basah perlu dilakukan uji laboraÂtorium lebih lanjut untuk menÂgetahui apakah positif mengandÂung bakteri dan formalin. Hasil ujinya, dapat diketahui sekitar 1 sampai 2 Minggu. “Takjil yang positif mengandung borak itu, dapat merusak organ bagian dalam manusia, bila dikonsumsi berkepanjangan. Dimana lamÂbung dan usus mengalami keruÂsakan yang kronis, dan memuÂdahkan yang mengkonsumsinya terkena kanker usus dan tifus (jangka waktu 10 sampai 20 tahun),†kata Kepala Bidang Perdagangan Disperindag Kota Bogor Mangahit Sinaga kepada BOGOR TODAY, kemarin.
Pemilik takjil otak-otak, MaÂman (66) membenarkan, bila dirinya menggunakan pijar boÂrak agar makanan yang dijualÂnya terasa kenyal, gurih, dan renyah. Penggunaan pijar borak pada makanan yang dijualnya telah berlangsung satu tahun lebih. Cara itu, diketahuinya, sedari dirinya berada di Ciamis Jawa Barat. Dimana beberapa pedagang disana, menggunakan pijar borak agar makanan terasa nikmat. “Saya selalu pake baÂrang itu. Supaya agak renyah, gurih dan kenyal. Pijar borak itu saya beli dari tukang bumbu di Pasar Bogor. Harganya Rp1500 per set. Satu set ada 5 buah,†terang lelaki yang mengaku tingÂgal di kawasan Kelurahan Tanah Baru itu..
Namun demikian, dirinya tidak mengetahui, bila pijar boÂrak yang digunakannya, berbaÂhaya bila dikonsumsi manusia. Akibat ulahnya, Maman harus menanggung kerugian sebesar Rp300 ribu, lantaran 200 otak-otak dagangannya disita oleh petugas Disperindag. “Ada 200 otak-otak yang disita. Biasanya, saya menjual otak-otak tersebut dengan harga Rp3000 per satu biji. Modal jualan saya sebesar Rp.300 ribu,†sebutnya.
Sementara itu, pemilik buÂras berisi wortel dan kentang, Ifa mengaku, terkejut akan hasil laboratorium yang menyebutÂkan salah satu barang daganÂgannya mengandung pijar atau borak. Kepada Disperindag, Ifa mengaku, bila buras yang dijualnya itu merupakan hasil buatan tangan orang tuanya. BiÂasanya, ia menjual dengan harga Rp2000 per satu buras. “Saya yakin orang tua saya tidak akan memakai bahan kimia dalam membuat buras itu. Tapi yang menjadi pertanyaan, apakah mungkin borak itu terkandung di dalam garam?. Buras yang disita ada 24,†ucapnya dengan heran.
Kepala Seksi Kesehatan LingÂkungan Dinkes Kota Bogor FariÂda mengatakan, bila pijer borak bisa saja terkandung di dalam garam. Beberapa tahun silam, kata dia, Dinkes dan DisperinÂdag pernah menghentikan pereÂdaran garam mengandung pijer borak di Kota Bogor. “Garam tersebut bermerk garam kodok dan garam ayam jago. Mungkin saja, orang tua Ibu Ifa membuat buras dengan menggunakan gaÂram bermerk itu,†sebutnya.
Sementara itu Kasi PerbekaÂlan Kesehatan Peredaran Obat dan Makanan (Perbekespom) Nurhaida mengatakan, bila uji kelayakan takjil yang dilakukan di Bangbarung terfokus pada takjil berkandungan Formalin, borak, rodamin b, dan metamin yellow. Menginggat, makanan berkandungan bahan kimia berÂbahaya itu kerap kali ditemukan pada makanan.
Semisal, pada komoditi ikan yang keras dan tak berlalat diduÂga mengandung formalin. “BeÂgitu juga pada es batu. Es yang tidak di masak memiliki kandunÂgan bakteriologi. Es yang tidak dimasak, dapat menyebabkan penyakit diare bagi yang mengÂkonsumsinya dalam waktu 8 jam,†paparnya.
Bila dalam hasil laboratoÂrium, takjil tersebut positif menÂgandung bahan kimia berbaÂhaya, maka takjil yang beredar akan di stop dipasaran. “Takjil mayoritas titipan dari salah seorang pemilik yang tinggal di Babakan Fakultas Kecamatan Bogor Tengah. Bila positif, kami akan datangi produsen terseÂbut,†sebut Mangahit Sinaga.
Para penjual takjil yang kedapatan menggunakan baÂhan kimia akan dilakukan pembinaan oleh Disperindag. Sebagaimana diketahui, PKL makanan yang berada di JaÂlan Bangbarung, mayoritas merupakan PKL binaan Dinas UMKM Kota Bogor. (Patrick)
Bagi Halaman