Ia menegaskan, sudah saatnya pendidikan moral bagi anak-anak di wilayah Tamansari menjadi perhatian semua pihak.

“Terpenting, sekolah juga harus tahu dan bersikap sebagai salah satu lembaga kunci bagi pendidikan moral anak,” tegasnya.

Ia menyayangkan kondisi Desa Tamansari seharusnya jauh lebih kondusif dengan lingkungan warga yang berdekatan bersama sekolah dan pesantren.

Ia berharap budaya kekerasan di wilayah Tamansari tidak meluas.

“Sudah saatnya semua pihak turun tangan, agar budaya kekerasan tidak meluas,” ungkapnya.

Pengamat hukum Dodi Herman Fartodi menyebut, kasus-kasus seperti perundungan dan pengeroyokan memang harus mulai menjadi perhatian bagi dunia pendidikan dan masyarakat.

Apalagi dalam kasus ini, anak secara aktif melakukan perundungan fisik terhadap korban.

Menurutnya, proses hukum dalam konteks tersebut terhadap anak yang berhadapan dengan hukum, bisa dilakukan sesuai UU perlindungan anak dan sistem peradilan anak.

Proses hukumnya sesuai dengan aturan dalam UU nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak.

“Penegak hukum bisa menggunakan pasal 80,” jelas Dodi.

BACA JUGA :  Resep Membuat Ikan Nila Bakar Pedas Manis yang Lezat Bikin Ketagihan

Pada dasarnya ketentuan mengenai tindak pidana penganiayaan secara fisik diatur dalam KUHP diantaranya Pasal 170 ayat (1) dan (2) KUHP. namun jika pelaku dan/atau korban adalah anak dibawah umur maka bisa digunakan pasalPasal 80 (1) jo.

Selain itu ada Pasal 76 c UU 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak dengan ancaman pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72 juta.

Dodi menegaskan, meski pelakunya dilakukan bersama-sama, seyogianya tidak menjadi penghambat bagi keluarga korban untuk menuntut keadilan bagi si korban.

“Biasanya jika dilakukan bersama-sama, tetap ada pelaku utama dan pelaku yang turut serta melakukan tindak pidana tersebut. Jadi dalam kasus ini biasanya akan dilihat siapa pleger, medepleger bahkan doenpleger nya untuk menentukan besaran hukuman yang diterapkan terhadap para pelaku,” papar Dodi.

Dodi juga mengingatkan risiko orangtua yang anaknya berkonflik dengan hukum.

“Orangtua korban saya sarankan jangan takut dan segan untuk melakukan pelaporan secara pidana ataupun gugatan secara perdata,” ujar Dodi.

BACA JUGA :  Monyet Ekor Panjang Turun ke Permukiman Warga dari Puncak Gunung Merapi

Menurutnya, jerat hukum pidana dan perdata bisa dijalankan dalam kasus semacam ini.

“Dalam asas hukum pidana, pertanggungjawaban pidana tidak bisa dialihkan kepada orangtua terhadap kesalahan anaknya. Namun sangat berbeda dalam asas hukum perdata,” lanjutnya.

Dodi menjelaskan bahwa orangtua yang anaknya melakukan tindak pidana dapat dimintai pertanggungjawaban perdata dalam bentuk ganti kerugian. Hal ini terdapat pada pasal 1367 KUHPerdata dan sudah ada yurisprudensi tentang itu,” bebernya.

Oleh karena itu Dodi berharap agar para orangtua lebih berhati-hati mengawasi anak-anaknya jangan sampai melakukan tindak pidana.

Hal ini dilakukan agar semua pihak concern terhadap tindak pidana anak yang makin hari makin dianggap menjadi hal yang biasa.

“Jagalah anak-anak kita jangan sampai kena perkara, jika tidak maka siap-siap menerima gugatan materiil dan immateriil dari korban  yang nilainya tidak sedikit,” ujarnya mengingatkan.***

Follow dan Baca Artikel lainnya di Google News

Halaman:
« 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================