Namun demikian, dirinya tidak mengetahui, bila pijar bo­rak yang digunakannya, berba­haya bila dikonsumsi manusia. Akibat ulahnya, Maman harus menanggung kerugian sebesar Rp300 ribu, lantaran 200 otak-otak dagangannya disita oleh petugas Disperindag. “Ada 200 otak-otak yang disita. Biasanya, saya menjual otak-otak tersebut dengan harga Rp3000 per satu biji. Modal jualan saya sebesar Rp.300 ribu,” sebutnya.

Sementara itu, pemilik bu­ras berisi wortel dan kentang, Ifa mengaku, terkejut akan hasil laboratorium yang menyebut­kan salah satu barang dagan­gannya mengandung pijar atau borak. Kepada Disperindag, Ifa mengaku, bila buras yang dijualnya itu merupakan hasil buatan tangan orang tuanya. Bi­asanya, ia menjual dengan harga Rp2000 per satu buras. “Saya yakin orang tua saya tidak akan memakai bahan kimia dalam membuat buras itu. Tapi yang menjadi pertanyaan, apakah mungkin borak itu terkandung di dalam garam?. Buras yang disita ada 24,” ucapnya dengan heran.

BACA JUGA :  Tingkatkan Ingatan dengan 5 Cemilan Sehat Ini, Nomor 4 Sering Dikonsumsi

Kepala Seksi Kesehatan Ling­kungan Dinkes Kota Bogor Fari­da mengatakan, bila pijer borak bisa saja terkandung di dalam garam. Beberapa tahun silam, kata dia, Dinkes dan Disperin­dag pernah menghentikan pere­daran garam mengandung pijer borak di Kota Bogor. “Garam tersebut bermerk garam kodok dan garam ayam jago. Mungkin saja, orang tua Ibu Ifa membuat buras dengan menggunakan ga­ram bermerk itu,” sebutnya.

Sementara itu Kasi Perbeka­lan Kesehatan Peredaran Obat dan Makanan (Perbekespom) Nurhaida mengatakan, bila uji kelayakan takjil yang dilakukan di Bangbarung terfokus pada takjil berkandungan Formalin, borak, rodamin b, dan metamin yellow. Menginggat, makanan berkandungan bahan kimia ber­bahaya itu kerap kali ditemukan pada makanan.

BACA JUGA :  Berawal Dari Hobi, Pemuda di Pamijahan Sukses Raup Keuntungan Jutaan Rupiah

Semisal, pada komoditi ikan yang keras dan tak berlalat didu­ga mengandung formalin. “Be­gitu juga pada es batu. Es yang tidak di masak memiliki kandun­gan bakteriologi. Es yang tidak dimasak, dapat menyebabkan penyakit diare bagi yang meng­konsumsinya dalam waktu 8 jam,” paparnya.

Bila dalam hasil laborato­rium, takjil tersebut positif men­gandung bahan kimia berba­haya, maka takjil yang beredar akan di stop dipasaran. “Takjil mayoritas titipan dari salah seorang pemilik yang tinggal di Babakan Fakultas Kecamatan Bogor Tengah. Bila positif, kami akan datangi produsen terse­but,” sebut Mangahit Sinaga.

Para penjual takjil yang kedapatan menggunakan ba­han kimia akan dilakukan pembinaan oleh Disperindag. Sebagaimana diketahui, PKL makanan yang berada di Ja­lan Bangbarung, mayoritas merupakan PKL binaan Dinas UMKM Kota Bogor. (Patrick)

Halaman:
« 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================